Minggu, 23 September 2012

Harapan

Ini harapan kosong. Tanpa isi.

Sedikit demi sedikit terkikis oleh rasionalitas makhluk yang sedang kasmaran akan kasih.
Laku dan peran berkiblatkan pada dia, si pemilik hati.
Katanya ini, katanya itu...
Tiada nyata dalam maya, nona.
Ilusi yang seolah nyata hanya fatamorgana cinta.
Jodoh, hal tabu untuk di bayangkan, bahkan di pikirkan.
Aku sudah acuh terhadapnya. Cinta.
Tapi kemunafikan mecuat dan berkata, kamu memiliknya saat ini.

Terkutuk sudah tabiatku
Meletakkan pandangan pada kasta
Kenapa bulir-bulir cinta yang mencuat?
Bukan tiang-tiang harapan masa depan yang tertancap?
Alloh, hamba durhaka tak terbendung.
Alloh, bagikan sedikit petunjukmu untukku.
Apa yang harus aku lakukan?

                                 Senin, 24 September 2012
Setelah kehilangan harapan

Jumat, 21 September 2012

Evaluasi. Haha

Lucu sekali membaca postingan-postinganku yang dulu. Kata-kata dan kisahnya masih lugu. Isinya Cuma tentang cinta yang nggak penting itu. Namanya juga latihan. Benar juga, ya.. blog adalah flash disk terbaik. Karena data sebanyak apapun nggak bakalan hilang. =D Kali ini kisah mengenai masa depan akan banyak terurai.
Masalahnya, bulan-bulan ini adalah waktu yang crusial banget untuk menentukan aku kedepannya. Sayangnya, belum ada sedikitpun solusi yang nampaknya nyaman untuk aku ambil. Yah, akhirnya aku serahkan semuanya pada Alloh. Semoga Istikharahku cepat terjawab. 1 tahun istikharah, rasanya sudah cukup mantab untuk mengawali langkahku di masa depan. Bismillah, kalau ada kesempatan lagi pasti, pasti tak posting isi Flash diskku. =D Tapi aku lagi kangen sama lagu-lagu ini..

Pas SD, ‘Majulah wahai mujahid muda, dalam satu cita tegak keadilan, singkirkan batas, satukan kata. Kebangkitan Islam talah datang! Hai mujahid muda maju ke hadapan, sibakkan penghalang satukan tujuan. Kibarkan panji Islam dalam satu barisan. Bersama berjuang kita junjung keadilan…..’
Kalau pas SMP, ‘Kami adalah tentara Alloh siap melangkah menuju ke medan juang, walau tertatih kaki ini berjalan jiwa perindu syahid tak akan tergoyahkan. Wahai tentara Alloh bertahanlah, jangan mengangis walau jasadmu terluka, sebelum engkau bergelar syuhada’ tetaplah bertahan dan bersiap siagalah!...’
Dan di MAN ini.. lagunya korea semua. Apa lagi yang ‘gangnam style ‘ itu.. miris banget liat MV nya. Edisi selanjutnya, aku mau nilis tentang… ‘Air Mata 60 km’ dan ‘Miniatur Indonesia di Sekolahku’. Isinya, 60 km menangis karena ayah-ibu dan Miniatur Negara Indonesia yang benar-benar ada di sekolahku saat ini. Besok ulangan biologi. Aku pamit… ^.^

Sedikit Saja.

Hari ini Jum’at, 21 September 2012. Muak. Melihat lagi miniatur Indonesia yang sangat-sangat semrawut sekali. Muak di suguhi tuntutan yang tidak berperi kesiswaan itu. TUGAS. Mati Rasa sudah semuanya. Seharian menutup mulut, menahan derai-derai risau hingga akhirnya meledak siang ini, pukul 14.02. Lentingan suara syahdu teriakanku menghias seantero asrama. Aku berteriak di manapun aku berada. Termasuk di sini. Di kamarku. Alloh, seperti inikah kodrat kami sebagai kaum hawa? Air mata yang mengalir ini, haruskah? Sesak ini sudah menggelayutiku semalaman. Apa yang ku takutkan terjadi. Aku Bisu. Lain tempat bermain, lain pula masalahnya. Lagi-lagi tentang cinta. Mencintai hidup dan bagaimana membangun pilar-pilar masa depan.

Aku ingin bermimpi, atau ini hanya ilusi dan rangka keropos yang tercipta dari obsesi-obsesi manusia yang berputar- putar di sekelilingku. Kata orang mimpi itu jadi orang besar, belajar keluar negeri, makan siang di eropa, makan malam di prancis dan makan pagi di jepang. Haruskah? Tidak bolehkah aku bermimpi untuk sekedar menjadi hamba-Mu yang bersih, yang mampu menumpukan hidupku pada cinta hanya Untuk Mu, ya Rabb? Tidak bolehkan aku bermimpi hanya sekedar menjadi istri yang solehah, seperti Nusaibah yang selalu rindu akan pengorbanannya pada Islam? Aku hanya ingin mencintai dan di cintai. Aku bukan apatis, aku juga bukan orang yang rasionalis idealis. Tapi aku punya mimpiku sendiri. Rasanya hampa saat aku berdusta atas mimpiku. Berceloteh ingin ini-dan-itu.

Tapi intinya Cuma satu, aku iri. Inikah standar sukses dan bahagia? Mengikuti kesuksesan orang lain yang di gembar gemborkan dengan pujian seton itu. Rasanya sama : Hampa. Aku ingin jadi diriku sendiri, seperti halnya dengan kebiasaanku menikmati hidup. Bukan hal-hal yang mewah dan bergengsi, tapi indahnya kebersamaan dan kenyamanan bathin. Tapi.. aku masih saja sibuk memikirkan apa yang orang lain ucapkan, pendapat-pendapat mereka yang bener-benar belum bisa aku serap. Aku seakan terlalu lama terkungkung dalam lorong-lorong persembunyian, tanpa sedikitpun mendapat kabar dari petugas pembawa mimpi. Mimpi seperti orang-orang kebanyakan.

Apapun mimpiku, apapun yang aku impikan, hanya dua yang harus aku persiapkan. Niat dan cinta.
“Ribuan orang yang berbakat cemerlang tetapi asing terhadap cinta, telah lenyap tanpa meninggalkan riwayat atau peninggalan yang mengabadikan nama mereka” Semakin ruwet saja tulisanku ini, sudah ashar… aku mau berhrnti dulu. Apa yang aku inginkan sebenarnya? Apa yang aku butuhkan sesungguhnya? Ya Alloh, berikan hambamu yang terbaik. =D

Kamis, 20 September 2012

Curian kata

Karena ia terisi di saat waktu-waktu kosong itu tiba. Dimana aku yang sendirian di ruang kehampaan,. Bahkan cahaya yang menunggu untuk ku datangi mungkin sudah jenuh mendengar pengakuanku. Di tengah-tengah gegap gempitanya suasana masa lalu yang bergulir kembali, mencuak percikan-percikan bara yang sudah lama tak menghuni goa tempat sang bara besemedi. Merayu-rayu dan membakar seluruh isinya sampai habis. Tinggal tetes demi tetes air yang tersisa. Ya, tinggal tangisan-tangisan bodoh tanpa sedikitpun rasional itu sudi menyentuhnya. Itulah wanita. Dan itulah aku. Begitu rapuhnya hingga bara bodoh itu mampu merobek-robek harapan. Dan dengan berani meninggalkan kotoran-kotoran di dasar goa. Jalan Alloh selalu lebih indah, kan? Tapi aku ini kotor. Tidak ada kepantasan yang layak untukku agar aku mendapatkan apa yang aku inginkan, aku belum sepenuhnya takwa. Sedikitpun aku belum pantas. Tuhan masih menutup aibku hingga saat ini, Tuhan masih mau menjaga hatiku untuk mencari ketenangan. Tapi sampai kapan? Kalau akhirnya aku hanya memberontak, menjejak-jejakkan kakiku pada lumpur nista yang kugemari. Tanpa sedikitpun beranjak darinya. Aku sadar, aku tidak sedang melamun, tapi aku mati kutu. Aku tidak pernah berpindah posisi dari hambaNya yang nista menuju ketaqwaan yang sesungguhnya. Aku masih lumpuh, belum bisa bergerak, aku menunggu kursi roda dan kekuatan yang akan membantuku untuk berjalan lagi. Menunggu? Aku sudah gila. 17 tahun sudah aku menanti. Ada kalanya aku akan mencari. Tapi kapan? Kalau tidak ada yang mau membantuku untuk menompang aku berjalan. Katakan! Siapa makhluk nyata yang bisa menatihku berjalan? Aku sendirian. Aku butuh sesuatu! Akan ku bayar meski dengan nyawaku! Apapun itu, asal aku bisa terus berada dalam wadah suci ketaqwaan seorang muslimah. Jawab pertanyaanku.