Hari ini Jum’at, 21 September 2012.
Muak. Melihat lagi miniatur Indonesia yang sangat-sangat semrawut sekali. Muak di suguhi tuntutan yang tidak berperi kesiswaan itu. TUGAS. Mati Rasa sudah semuanya. Seharian menutup mulut, menahan derai-derai risau hingga akhirnya meledak siang ini, pukul 14.02. Lentingan suara syahdu teriakanku menghias seantero asrama. Aku berteriak di manapun aku berada. Termasuk di sini. Di kamarku.
Alloh, seperti inikah kodrat kami sebagai kaum hawa? Air mata yang mengalir ini, haruskah? Sesak ini sudah menggelayutiku semalaman. Apa yang ku takutkan terjadi. Aku Bisu.
Lain tempat bermain, lain pula masalahnya. Lagi-lagi tentang cinta. Mencintai hidup dan bagaimana membangun pilar-pilar masa depan.
Aku ingin bermimpi, atau ini hanya ilusi dan rangka keropos yang tercipta dari obsesi-obsesi manusia yang berputar- putar di sekelilingku. Kata orang mimpi itu jadi orang besar, belajar keluar negeri, makan siang di eropa, makan malam di prancis dan makan pagi di jepang. Haruskah?
Tidak bolehkah aku bermimpi untuk sekedar menjadi hamba-Mu yang bersih, yang mampu menumpukan hidupku pada cinta hanya Untuk Mu, ya Rabb? Tidak bolehkan aku bermimpi hanya sekedar menjadi istri yang solehah, seperti Nusaibah yang selalu rindu akan pengorbanannya pada Islam? Aku hanya ingin mencintai dan di cintai.
Aku bukan apatis, aku juga bukan orang yang rasionalis idealis. Tapi aku punya mimpiku sendiri. Rasanya hampa saat aku berdusta atas mimpiku. Berceloteh ingin ini-dan-itu.
Tapi intinya Cuma satu, aku iri. Inikah standar sukses dan bahagia? Mengikuti kesuksesan orang lain yang di gembar gemborkan dengan pujian seton itu. Rasanya sama : Hampa. Aku ingin jadi diriku sendiri, seperti halnya dengan kebiasaanku menikmati hidup. Bukan hal-hal yang mewah dan bergengsi, tapi indahnya kebersamaan dan kenyamanan bathin. Tapi.. aku masih saja sibuk memikirkan apa yang orang lain ucapkan, pendapat-pendapat mereka yang bener-benar belum bisa aku serap. Aku seakan terlalu lama terkungkung dalam lorong-lorong persembunyian, tanpa sedikitpun mendapat kabar dari petugas pembawa mimpi. Mimpi seperti orang-orang kebanyakan.
Apapun mimpiku, apapun yang aku impikan, hanya dua yang harus aku persiapkan. Niat dan cinta.
“Ribuan orang yang berbakat cemerlang tetapi asing terhadap cinta, telah lenyap tanpa meninggalkan riwayat atau peninggalan yang mengabadikan nama mereka”
Semakin ruwet saja tulisanku ini, sudah ashar… aku mau berhrnti dulu.
Apa yang aku inginkan sebenarnya? Apa yang aku butuhkan sesungguhnya? Ya Alloh, berikan hambamu yang terbaik. =D